Senin, 29 Juli 2013

Tanda Lailatul Qadar dan Kapan Lailatul Qadar Terjadi?







Lailatul qadar adalah malam yang ditetapkan Allah bagi umat Islam. Ada dua pengertian mengenai maksud malam tersebut. Pertama, lailatul qadar adalah malam kemuliaan. Kedua, lailatul qadar adalah waktu ditetapkannya takdir tahunan. Kedua makna ini adalah maksud dari lailatul qadar.
Lailatul qadar adalah waktu penetapan takdir sebagaimana disebutkan dalam ayat,
فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ
Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” (QS. Ad Dukhon: 4). Qotadah berkata, “Yang dimaksud adalah pada malam lailatul qadar ditetapkan takdir tahunan.”  (Jami’ul Bayan ‘an Ta’wili Ayil Qur’an, 13: 132)

Kapan Lailatul Qadar Terjadi?

Lailatul Qadar itu terjadi pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
Carilah lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari no. 2020 dan Muslim no. 1169).
Yang dimaksud dalam hadits ini adalah semangat dan bersungguh-sungguhlah mencari lailatul qadar pada sepuluh hari tersebut. Lihat Syarh Shahih Muslim, 8: 53.
Terjadinya lailatul qadar di malam-malam ganjil lebih memungkinkan daripada malam-malam genap, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْوِتْرِ مِنَ الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
Carilah lailatul qadar di malam ganjil dari sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari no. 2017).
Kapan tanggal pasti lailatul qadar terjadi? Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah telah menyebutkan empat puluhan pendapat ulama dalam masalah ini. Namun pendapat yang paling kuat dari berbagai pendapat yang ada adalah lailatul qadar itu terjadi pada malam ganjil dari sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan dan waktunya berpindah-pindah dari tahun ke tahun (lihat Fathul Bari, 4: 262-266 dan Syarh Shahih Muslim, 6: 40).
Mungkin pada tahun tertentu terjadi pada malam kedua puluh tujuh atau mungkin juga pada tahun yang berikutnya terjadi pada malam kedua puluh lima, itu semua tergantung kehendak dan hikmah Allah Ta’ala. Hal ini dikuatkan oleh sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
الْتَمِسُوهَا فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى تَاسِعَةٍ تَبْقَى ، فِى سَابِعَةٍ تَبْقَى ، فِى خَامِسَةٍ تَبْقَى
Carilah lailatul qadar di sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan pada sembilan, tujuh, dan lima malam yang tersisa.” (HR. Bukhari no. 2021)
Para ulama mengatakan bahwa hikmah Allah menyembunyikan pengetahuan tanggal pasti terjadinya lailatul qadar adalah agar orang bersemangat untuk mencarinya. Hal ini berbeda jika lailatul qadar sudah ditentukan tanggal pastinya, justru nanti malah orang-orang akan bermalas-malasan (lihat Fathul Bari, 4: 266).

Tanda-Tanda Malam Lailatul Qadar

Ibnu Hajar Al Asqolani berkata,
وَقَدْ وَرَدَ لِلَيْلَةِ الْقَدْرِ عَلَامَاتٌ أَكْثَرُهَا لَا تَظْهَرُ إِلَّا بَعْدَ أَنْ تَمْضِي
“Ada beberapa dalil yang membicarakan tanda-tanda lailatul qadar, namun itu semua tidaklah nampak kecuali setelah malam tersebut berlalu.” (Fathul Bari, 4: 260).
Di antara yang menjadi dalil perkataan beliau di atas adalah hadits dari Ubay bin Ka’ab, ia berkata,
هِىَ اللَّيْلَةُ الَّتِى أَمَرَنَا بِهَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِقِيَامِهَا هِىَ لَيْلَةُ صَبِيحَةِ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ وَأَمَارَتُهَا أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ فِى صَبِيحَةِ يَوْمِهَا بَيْضَاءَ لاَ شُعَاعَ لَهَا.
Malam itu adalah malam yang cerah yaitu malam ke dua puluh tujuh (dari bulan Ramadlan). Dan tanda-tandanya ialah pada pagi harinya matahari terbit berwarna putih tanpa memancarkan sinar ke segala penjuru.” (HR. Muslim no. 762).
Dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْلَةُ القَدَرِ لَيْلَةٌ سَمْحَةٌ طَلَقَةٌ لَا حَارَةً وَلَا بَارِدَةً تُصْبِحُ الشَمْسُ صَبِيْحَتُهَا ضَعِيْفَةٌ حَمْرَاء
Lailatul qadar adalah malam yang penuh kemudahan dan kebaikan, tidak begitu panas, juga tidak begitu dingin, pada pagi hari matahari bersinar tidak begitu cerah dan nampak kemerah-merahan.” (HR. Ath Thoyalisi dan Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, lihat Jaami’ul Ahadits 18: 361. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat Shahihul Jaami’ no. 5475.)
Jika demikian, maka tidak perlu mencari-cari tanda lailatul qadar karena kebanyakan tanda yang ada muncul setelah malam itu terjadi. Yang mesti dilakukan adalah memperbanyak ibadah di sepuluh hari terakhir Ramadhan, niscaya akan mendapati malam penuh kemuliaan tersebut.

Jangan Memilih Malam Ganjil, Malam Lailatul Qadar Bisa Jadi di Malam Genap

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyebutkan bahwa sepantasnya bagi seorang muslim untuk mencari malam lailatul qadar di seluruh sepuluh hari terakhir. Karena keseluruhan malam sepuluh hari terakhir bisa teranggap ganjil jika yang dijadikan standar perhitungan adalah dari awal dan akhir bulan Ramadhan. Jika dihitung dari awal bulan Ramadhan, malam ke-21, 23 atau malam ganjil lainnya, maka sebagaimana yang kita hitung. Jika dihitung dari Ramadhan yang tersisa, maka bisa jadi malam genap itulah yang dikatakan ganjil. Dalam hadits datang dengan lafazh,
الْتَمِسُوهَا فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى تَاسِعَةٍ تَبْقَى ، فِى سَابِعَةٍ تَبْقَى ، فِى خَامِسَةٍ تَبْقَى
Carilah malam lailatul qadar di sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan. Bisa jadi lailatul qadar ada pada sembilan hari yang tersisa, bisa jadi ada pada tujuh hari yang tersisa, bisa jadi pula pada lima hari yang tersisa.” (HR. Bukhari no. 2021).
Jika bulan Ramadhan 30 hari, maka kalau menghitung sembilan malam yang tersisa, maka dimulai dari malam ke-22. Jika tujuh malam yang tersisa, maka malam lailatul qadar terjadi pada malam ke-24. Sedangkan lima malam yang tersisa, berarti lailatul qadar pada malam ke-26, dan seterusnya (Lihat Majmu’ Al Fatawa, 25: 285).
Semoga Allah memudahkan kita bersemangat dalam ibadah di akhir-akhir Ramadhan dan moga kita termasuk di antara hamba yang mendapat malam yang penuh kemuliaan.

Referensi:
  • Al Minhaj Syarh Shahih Muslim bin Al Hajjaj, Yahya bin Syarf An Nawawi, terbitan Dar Ibnil Jauzi, cetakan pertama, tahun 1433 H.
  • Fathul Bari Syarh Shahih Al Bukhari, Ibnu Hajar Al Asqolani, Darul Ma’rifah, 1379.
  • Jami’ul Bayan ‘an Ta’wili Ayil Qur’an, Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath Thobari, terbitan Dar Ibnil Jauzi.
  • Majmu’atul Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, terbitan Dar Ibnil Jauzi, cetakan keempat, tahun 1432 H.
  • Minhatul ‘Allam fii Syarh Bulughil Marom, Syaikh ‘Abdullah bin Sholih Al Fauzan, terbitan Dar Ibnul Jauzi, cetakan ketiga, tahun 1432 H, 5: 51-52.
Disusun di siang hari, 19 Ramadhan 1434 H @ Pesantren Darush Sholihin, Warak, Girisekar, Panggang, Gunungkidul, D. I. Yogyakarta
Artikel Muslim.Or.Id
==========


Jumat, 12 April 2013

O2SN

SMPN 13 Bandar Lampung mewakili kontingen kecamatan Kemiling
 dalam O2SN Bola Voli di SMK Penabur 






Jumat, 08 Maret 2013

JALAN SEHAT



Jum'at 8 Maret 2013
Siswa/i SMP Negeri 13 Bandar Lampung melaksanakan Program Jum'at Sehat disekitar lingkungan SMP Negeri 13 Bandar Lampung

Selasa, 05 Maret 2013

Jumat, 15 Februari 2013

HUKUM MENGKONSUMSI OBAT, MAKANAN, DAN MINUMAN YANG MENGANDUNG ALKOHOL??


Kategori: Fiqh
Diterbitkan pada 11 February 2013Klik: 2601
Print
Salah seorang anggota Kibar Ulama (Ulama Besar) di Arab Saudi, Syaikh Sa'ad bin Turki Al-Khotslaan hafzohullah berkata :
وشراب الكحول الذي يؤدي للإسكار هذا لا إشكال في أنه محرم ومن كبائر الذنوب، وهذا بإجماع المسلمين، والكثير والقليل في ذلك سواء، فقد وضع النبي - صلى الله عليه وسلم - لنا قاعدة في هذا، فقال: مَا أَسْكَرَ كَثِيْرُهُ فَقَلِيْلُهُ حَرَامٌ ولكن يوجد في الوقت الحاضر كما ذكرت يوجد أغذية وأدوية تكون فيها نسبة ضئيلة من الكحول، وهذه النسبة نسبة مستهلكة، بحيث إن من أكثر من ذلك الغذاء المشتمل على هذه النسبة، أو ذلك الدواء فإنه لا يسكر فما حكم هذه الأغذية؟ وكما مثلنا بمثال الأغذية بالخميرة التي توجد في الخبز، يوجد بها نسبة ضئيلة من الكحول، المشروبات الغازية، مثل الكولا ونحوها يوجد بها نسبة ضئيلة من الكحول، كثير من أنواع الأدوية لا تخلو من ذلك.
Pertama : "Meminum minuman yang mengandung alkohol yang mengantarkan kepada mabuk maka hal ini sudah jelas akan keharamannya dan termasuk dosa besar berdasarkan ijmak/konsensus kaum muslimin. Dan meminum banyak atau sedikit dalam hal ini hukumnya sama saja. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah membuat kaidah untuk kita dalam perkara ini, beliau berkata :

مَا أَسْكَرَ كَثِيْرُهُ فَقَلِيْلُهُ حَرَامٌ

"Apa yang banyaknya menimbulkan mabuk maka sedikitnya juga haram"

Akan tetapi di zaman sekarang ini ada makanan-makanan dan obat-obatan yang mengandung alkohol meskipun dengan kadar yang sangat sedikit. Kadar sedikit ini adalah kadar yang mustahlakah (terleburkan) dimana barang siapa yang mengonsumsi makanan atau obat-obatan tersebut –yang mengandung alkohol sedikit- maka ia tidaklah mabuk. Lantas bagaimana hukum mengonsumsi makanan tersebut?

Dan sebagaimana yang telah kami sebutkan tentang makanan yang diproses dengan ragi, seperti yang terdapat pada roti, ada kandungan sedikit alkoholnya, demikian juga minuman-minuman soda, seperti kola dan yang semisalnya, ada kandungan sedikit alkohonya, dan demikian juga banyak obat-obatan yang tidak lepas dari kandungan alkohol.
هذا يقودنا إلى معرفة الحكم الشرعي في الخمر إذا استهلكت في مائع، بحيث لو أكثر الإنسان من شرب هذا المائع لم يسكر، فما حكم ذلك؟ ما حكم شرب هذا المائع الذي فيه هذه الخمر المستهلكة؟ وهذا ما يسميه بعض العلماء المعاصرين، يسمون هذا بنظرية الاستهلاك، نظرية الاستهلاك معناها: اختلاط العين لغيرها على وجه يفوت الصفات الموجودة فيها والخصائص المقصودة منها بحيث تصير كالهالكة وإن كانت باقية.
Permasalahan ini mengantarkan kita untuk mengenal hukum syar'i tentang khomer jika telah terleburkan dalam cairan, dimana jika seseorang meminum banyak cairan ini ia tidak mabuk, apa hukumnya? Apa hukumnya meminum cairan ini yang mengandung khomer yang telah terleburkan tersebut?

Ini yang dinamakan oleh sebagian ulama zaman ini dengan istilah "teori istihlaak/terlebur". Maksud dari istilah ini adalah : Tercampurnya suatu dzat dengan dzat yang lain yang menyebabkan sifat-sifat dan keistimewaan dzat tersebut hilang sehingga jadilah dzat tersebut seperti telah hilang padahal masih ada"
وهذا ينطبق على الخمر إذا استهلكت في مائع بحيث لو أكثر الإنسان من شرب هذا المائع لم يسكر، وينطبق كذلك على وقوع نجاسة قليلة في ماء كثير، بحيث لا يظهر بهذه النجاسة أي أثر من لون أو طعم أو رائحة، فهذا تتناول هذه النظرية نظرية الاستهلاك فتمتزج هنا عين خبيثة بعين طيبة، ويكون الغالب للعين الطيبة، بحيث لا يكون هناك أي أثر من لون أو طعم أو ريح، للعين الخبيثة
Permasalahan ini seperti permasalahan khomer jika telah terleburkan dalam cairan dimana jika cairan tersebut kalau diminum oleh seseorang dalam jumlah yang banyak maka tidak memabukkan. Seperti juga permasalahan terjatuhnya sedikit najis di air yang banyak, dimana tidak nampak bekas dari najis tersebut, baik warnanya, rasanya, maupun baunya. Maka hal ini mencakup teori "istihlaak", dimana tercampur dzat yang kotor/najis dengan dzat yang bersih/suci akan tetapi yang dominan adalah dzat yang bersih, sehingga tidak ada sama sekali bekas dzat yang kotor tersebut dari sisi warnanya, rasanya, maupun baunya.
وهذه النظرية مقررة في الفقه الإسلامي، ومن أحسن من تكلم عنها شيخ الإسلام ابن تيمية - رحمه الله - وقرر بأن العين الخبيثة إذا استُهلِكت فإنها لا يكون لها حكم.

قال - رحمه الله -: الصواب في هذا أن الله حرم الخبائث التي هي الدم والميتة ولحم الخنزير ونحو ذلك، فإذا وقعت هذه في الماء أو غيره واستهلكت لم يبق هناك دم ولا ميتة ولا لحم خنزير أصلا، قال: كما أن الخمر إذا استهلكت في المائع لم يكن الشارب لها شاربا للخمر، والخمرة إذا استحالت بنفسها وصارت خلا كانت طاهرة باتفاق العلماء
Teori ini telah ditetapkan dalam fikih Islam. Dan diantara yang terbaik membicarakan tentang teori ini adalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah. Beliau menetapkan bahwasanya dzat yang buruk/najis jika telah terleburkan maka dzat tersebut tidak memiliki hukum.

Beliau rahimahullah berkata : "Yang benar dalam permasalahan ini adalah bahwasanya Allah telah mengharamkan perkara-perkara yang najis seperti darah, bangkai, daging babi dan yang semisalnya. Jika perkara-perkara najis ini jatuh/tercampur dengan air atau yang lainnya, lalu terleburkan dan tidak tersisa sama sekali darah, tidak juga bangkai, dan tidak juga daging babi,  sebagaimana jika khomer jika terlebur dalam cairan, maka orang yang meminum cairan tersebut tidaklah sedang meminum khomer, demikian juga jika khomer berubah dengan sendirinya menjadi cuka maka menjadi suci/bersih dengan kesepakatan para ulama"
لاحظ هنا شيخ الإسلام ابن تيمية كأنه يتكلم عن مسألة موجودة في زمننا الآن، يقول: إن الخمر إذا استهلكت في المائع لم يكن الشارب لها شاربا للخمر، يعني أنها يُعفى عنها، قال: وهذه الأدهان والألبان والأشربة، وغيرها من الطيبات، والخبيثة قد استهلكت واستحالت فيها أي فلا تحرُم، فكيف يحرم الطيب الذي أباحه الله، ومن الذي قال إنه إذا خالطه الخبيث واستهلك فيه واستحال أنه قد حرُم؟ وليس على ذلك دليل لا من كتاب ولا من سنة ولا إجماع ولا قياس. لاحظ أن شيخ الإسلام ينصر هذا القول بقوة، وهو أن العين الخبيثة إذا استحالت في شيء مباح طاهر فإن هذه العين الخبيثة لا يبقى لها أي أثر ويكون هذا مباحا، ولهذا قال: إنه ليس على القول بالتحريم دليل لا من كتاب ولا من سنة، ولا إجماع ولا قياس.
Perhatikan, disini Syaikhul Islam seakan-akan sedang membicarakan permasalahan yang ada di zaman sekarang. Ia berkata, "Jika khomer telah terleburkan dalam cairan maka peminum cairan tersebut tidak sedang meminum khomer", yaitu khomer tersebut dimaafkan. Ia berkata bahwasanya minyak-minyak ini, susu, dan minuman-minuman, demikian juga cairan-cairan yang suci lainnya jika ada benda buruk/najis yang terleburkan atau berubah dalam cairan-cairan tersebut maka cairan-cairan tersebut tidaklah menjadi haram. Bagaimana diharamkan sesuatu yang baik yang telah dihalalkan oleh Allah?, siapakah yang mengatakan jika sesuatu yang baik tercampur dengan sesuatu yang haram dan telah terleburkan dan telah berubah dzatnya lantas menjadi haram?, sama sekali tidak ada dalilnya baik dari al-Qur'an, as-Sunnah, Ijmak, maupun qiyas.

Perhatikan bahwasanya Syaikhul Islam telah mendukung pendapat ini dengan kuat, yaitu bahwasanya dzat yang najis jika telah terleburkan dalam dzat lain yang halal dan suci sehingga dzat yang najis ini tidak tersisa bekasnya maka dzat lain ini tetap halal. Karenanya beliau berkata bahwasanya pendapat yang menyatakan menjadi haram sama sekali tidak memiliki dalil, baik dari Al-Qur'an, As-Sunnah, Ijmak, maupun qiyas.
ولهذا قال - صلى الله عليه وسلم - في حديث بئر بُضاعة لما ذُكر له أنه يُلقى فيها الحِيَض ولحوم الكلاب والنتن، قال: المَاءُ طَهُوْرٌ لاَ يُنَجِّسُهُ شَيْءٌ وقال في حديث القلتين: إنه إِذَا بَلَغَ الْمَاءُ قُلًَّتَيْنِ لَمْ يَحْمِلِ الْخَبَثَ وفي اللفظ الآخر: "لَمْ يُنَجِّسْهُ شَيْءٌ" وقوله: " لم يحمل الخبث " يبين أن تنجيسه بأن يحمل الخبث، أي بأن يكون الخبث فيه محمولا، وذلك يبين أنه مع استحالة الخبث لا ينجس الماء.
انتهى كلامه - رحمه الله - منقولا من مجموع الفتاوى مجلد 21، صفحة 501 - 502
Oleh karenanya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits sumur "budloo'ah" tatkala disebutkan kepada beliau bahwasanya ada kain-kain bekas haid, dan bangkai anjing, serta kotoran-kotoran terlemparkan ke dalam sumur ini maka beliau berkata :

المَاءُ طَهُوْرٌ لاَ يُنَجِّسُهُ شَيْءٌ

"Air itu suci dan mensucikan dan tidak ternajiskan oleh sesuatupun"

Beliau juga berkata pada hadits "qullatain" :

إِذَا بَلَغَ الْمَاءُ قُلًَّتَيْنِ لَمْ يَحْمِلِ الْخَبَثَ

"Jika air telah mencapai 2 qullah (kurang lebih 200 liter-pen) maka tidak mengandung najis"

Dalam lafal yang lain لَمْ يُنَجِّسْهُ شَيْءٌ "Tidak akan ternajisi oleh sesuatupun"

Dan sabda beliau, "Tidak mengandung najis" menjelaskan bahwa penajisan air adalah dengan pengandungan najis, yaitu najis terkandung dalam iar tersebut. Hal ini juga menjelaskan bahwasanya jika najis telah terleburkan (larut dan tidak tersisa bekasnya-pen) maka tidak menajiskan air.

(Demikian perkataan Ibnu Taimiyyah dari Majmuu al-Fataawa 21/501-502)
فإذًا شيخ الإسلام ابن تيمية - رحمه الله - يقرر لنا هذه النظرية وهي نظرية الاستهلاك، وبهذا التقرير يتبين أن هذه الكحول إذا كانت مستهلكة في الغذاء أو الدواء بحيث إن الإنسان لو أكثر منها لم يسكر، فإنها حينئذ لا يكون لها أثر، ويكون استخدام ذلك الغذاء والدواء مباحا ولا بأس به ولا يتحرج الإنسان منه البتة. وقد صدر في هذا قرار من مجمع الفقه الإسلامي التابع لرابطة العالم الإسلامي، بشأن الأدوية المشتملة على الكحول، وجاء في القرار: "لا يجوز استعمال الخمرة الصرفة دواء بأي حال من الأحوال لقول النبي - صلى الله عليه وسلم -: إِنَّ اللهَ لَمْ يَجْعَلْ شِفَاءَكُمْ فِيْمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ ".
Dengan demikian syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menjelaskan kepada kita tentang teori ini yaitu teori "istihlaak". Dan dengan pemaparan teori ini maka jelas bahwasanya jika alkohol telah larut/lebur dalam makanan atau obat, dimana jika seseorang mengonsumsi kadar yang banyak tidaklah mabuk, maka alkohol tersebut sudah tidak ada bekas/pengaruhnya, sehingga boleh dan tidak mengapa mengonsumsi makanan dan obat tersebut, dan tidak perlu seseorang merasa berat/ragu-ragu untuk mengonsumsinya.

Dan Komite Fikih Islam (Majama' al-Fiqh al-Islaami) yang menginduk kepada Roobitho al-'Aaalm al-Islaami telah menerbitkan ketetapan berkaitan dengan obat-obatan yang mengandung alkohol. Dan disebutkan dalam ketetapan tersebut : "Tidak boleh mengonsumsi khomer murni sebagai obat dalam kondisi apapun berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,

إِنَّ اللهَ لَمْ يَجْعَلْ شِفَاءَكُمْ فِيْمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ

"Sesungguhnya Allah tidak menjadikan kesembuhan kalian pada perkara-perkara yang diharamkan atas kalian"
ثانيا: يجوز استعمال الأدوية المشتملة على الكحول بنسب مستهلكة، تقتضيها الصناعة الدوائية التي لا بديل عنها بشرط أن يصفها طبيب عدل، كما يجوز استعمال الكحول مطهرا خارجيا للجروح، وقاتلا للجراثيم، وفي الكريمات والدهون الخارجية، ولاحظ هنا أن استعمالها في الدواء وفي الغذاء لا بد أن يكون بنسب مستهلكة، لكن استعماله في التطهير لا يتقيد ذلك بأن يكون بنسب مستهلكة، ولذلك استعمالها في المطهرات قد يكون بنسبة ليست نسبة مستهلكة، فيجوز ذلك خاصة مع أن الراجح أنها ليست بنجسة، أن الخمر طاهرة وليست بنجسة، وحينئذ لا بأس باستعمالها مطهرا خارجيا للجروح وقاتلا للجراثيم.
Kedua : Dibolehkan mengonsumsi obat-obatan yang mengandung alkohol dengan kadar sedikit yang istihlak yang proses pembuatan obat mengharuskan demikian, yang memang tidak ada alternatif lain, dengan syarat dijelaskan sifatnya oleh dokter yang terpercaya.

Sebagaimana boleh menggunakan alkohol sebagai pemakain luar untuk pembersih luka dan untuk membunuh kuman-kuman. Demikian juga digunakannya alkohol pada krim-krim, minyak-minyak untuk pemakaian luar.

Perhatikan bahwasanya penggunaan alkohol pada obat dan makanan harus dengan kadar yang sedikit (istihlak), adapun penggunaan alkohol pada pemakaian luar maka tidak dipersyaratkan kadar sedikit (istihlak). Karenanya penggunaan alkohol sebagai pembersih luar terkadang kadar alkoholnya bukan kadar istihlak. Hal ini diperbolehkan, terlebih lagi bahwasanya pendapat yang lebih kuat bahwasanya khomer tidaklah najis, sehingga boleh digunakan untuk pemakaian luar sebagai pembersih atau untuk membunuh kuman-kuman.
سئل الشيخ محمد بن عثيمين - رحمه الله - عن هذه المسألة قال: دخول الكحول في الأدوية التي لا تشرب أو تؤكل جائز استخدامها، كما صرح ابن تيمية في جواز استخدام النجس في غير الأكل والشرب، مع أن الخمر ليست بنجسة ونجاستها على الصحيح نجاسة معنوية، قال: أما إذا كانت الأدوية تشرب وتؤكل ويؤدي كثيرها إلى الإسكار فقليلها حرام. لاحظ بهذا الشرط إذا كان كثيرها يؤدي إلى الإسكار فقليلها حرام، أما الكحول من الأدوية التي لا يمكن أن يشرب وهو في هذه الحال لا يسكر فلا يضر دخول بعض الكحول في تركيبها، وهذا جائز لأن العلة في التحريم استخدام الخمر كدواء هو في حالة وجود وصف التحريم وهو الإسكار. قال الشيخ - رحمه الله -: وإلا لحرم الخبز والخبز فيه شيء من الكحول في الخميرة.
Syaikh Muhammad bin Utsaimin rahimahullah ditanya tentang permasalahan ini, maka beliau berkata : "Masuknya alkohol dalam obat-obatan yang tidak diminum atau dimakan maka boleh untuk digunakan, sebagaimana dijelaskan oleh Syaikhul islam tentang bolehnya menggunakan najis pada pemakaian yang bukan makan dan minum. Padahal khomer tidaklah najis, dan najisnya –menurut pendapat yang benar- adalah najis maknawi saja.

Adapun jika obat dimakan dan diminum dan mengonsumsi obat tersebut dengan banyak mengakibatkan mabuk maka mengonsumsi kadar sedikit dari obat tersebut juga haram.

Perhatikan syarat ini, jika mengonsumsi banyak mengakibatkan mabuk maka mengonsumsi sedikitpun haram.

Adapun alkohol dari bagian obat yang tidak menimbulkan mabuk maka tidak mengapa menjadi bagian dari susunan kadar obat. Hal ini diperbolehkan karena 'illah (sebab) pengharaman adalah penggunaan khomer sebagai obat jika dalam kondisi memiliki sifat pengharaman, yaitu bila memabukkan.

Jika tidak demikian, maka tentunya akan diharamkan roti, karena dalam roti ada kadar kecil alkohol dalam ragi.
والخلاصة، أن الكحول إذا كانت نسبتها مستهلكة، بحيث إن الإنسان لو أكثر من شرب هذا المائع الذي فيه هذه النسبة المستهلكة، فإنه لا يسكر فإن هذه النسبة من الكحول تكون مغتفرة، يعني أنه لا يترتب عليها أي حكم، ولا يترتب عليها حكم من جهة التحريم، ويجوز ذلك المطعوم أو المشروب ولا يتحرج الإنسان منه.
Kesimpulannya jika alkohol kadarnya sangat sedikit (mustahlak) dimana jika seseorang meminum banyak dari cairan yang tercampur khomer tersebut ternyata tidak mabuk maka kadar sedikit campuran alkohol tersebut dimaafkan, yaitu tidak mengakibatkan hukum apapun. Tidak mengakibatkan hukum pengharaman, dan makanan atau minuman tersebut boleh dikonsumsi, dan seseorang tidak perlu keberatan dalam mengonsumsinya.

(Sumber : http://islamselect.net/mat/60664, diterjemahkan secara bebas oleh Abu Abdil Muhsin Firanda)

10 MUKZIZAT RASULLULLAH


Sepuluh Mukjizat Rasulullah


1. Al-Quran Al-Karim
Merupakan mukjizat terbesar yang menunjukkan kebenaran ajaran beliau, Al-Islam, yang diturunkan oleh Allah.
2. Air memancar dari sela-sela jemari
Sebuah wadah air pernah disodorkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallammencelupkan tangannya ke dalam wadah air itu. Maka, air memancar dari sela-sela jemari tangan beliau. Dengan air itu, para sahabat berwudhu. Jumlah mereka waktu itu adalah 300 orang. (HR. Al-Bukhari, no. 3572)
3. Makanan sedikit cukup untuk orang banyak
Suatu ketika, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terlihat lemas karena menahan lapar. Abu Thalhah yang mendengar hal itu akhirnya menemui istrinya. Abu Thalhah dan istrinya berniat mengundang beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk makan.
Singkat cerita, Abu Thalhah dan istrinya hanya memiliki makanan yang sedikit. Namun ternyata Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajak banyak sahabat untuk ikut makan ke rumah Abu Thalhah. Abu Thalhah menjadi cemas; makanan sedikit apakah cukup untuk menjamu tamu sebanyak itu?
Akhirnya, Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam dan shahabat-shahabatnya tiba di rumah Abu Thalhah. Sebelum acara makan dimulai, Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallammendoakan makanan yang dihidangkan. Setelah itu para tamu diminta makan bergantian. Yang pertama makan adalah 10 sahabat. Lalu, 10 sahabat berikutnya, kemudian 10 sahabat berikutnya, dan seteruny.
Akhirnya semua sahabat yang datang itu makan sampai kenyang, sedangkan jumlah mereka waktu itu 70 atau 80 orang. Setelah itu, barulah Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam dan keluarga Tholhah makan hingga kenyang pula. (Sumber: H.r. Al-Bukhari, no. 3385; Muslim, no. 2040)
4. Segelas susu mengenyangkan banyak orang
Abu Hurairah adalah shahabat Nabi yang sangat miskin tetapi amat banyak ilmunya dan kuat hafalannya. Dia sering mengalami kelaparan.
Pada suatu hari ketika Abu Hurairah sednag duduk di jalan, Nabi  shallallahu ‘alaihi wa sallam melewatinya dan tersenyum melihatnya. Beliau sangat mengerti akan penderitaan Abu Hurairah. Karenanya, berkatalah Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Yaa Aba Hirr!” Abu Hurairah menjawab, “Labbaika, yaa Rasulullah (aku datang memenuhi panggilanmu, wahai Rasulullah).” beliau berkata, “Ikutilah aku!”
Maka Abu Hurairah mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai ke rumahnya. Kemudian beliau mengizinkannya masuk. Di sana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallammenemukan segelas susu. Beliau bertanya kepada istrinya, “Dari mana susu ini?” Istrinya menjawab, “Dari Fulan, ia menghadiahkannya untukmu.” Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian memanggil Abu Hurairah, “Yaa Aba Hirr!” “Labbaika, yaa Rasulullah,” jawabnya. “Pergilah dan panggil ahlush shuffah.”
Ahlush shuffah adalah sekumpulan sahabat yang tinggal di masjid Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam karena tidak punya harta dan keluarga (di kota Madinah, red.). Abu Hurairah merasa berhak mendapat seteguk lebih dahulu agar kekuatannya yang hilang bisa kembali. Nanti, jika ahlush shuffah datang, tentu Abu Hurairah yang akan melayani mreka. Ia khawatir jika tidak kebagian.
Namun Abu Hurairah tidak mau menentang perintah Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh karena itu, Abu Hurairah segera memanggil ahlush shuffah. Mereka pun datang ke rumah Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil Abu Hurairah, “Yaa Aba Hirr!” “Labbaika, yaa Rasulullah.” “Terimalah ini dan bagikan kepada mereka!” Maka Abu Hurairah memberikan gelas berisi susu itu kepada orang pertama. Orang itu meminumnnya sampai puas.
Kemudian gelas tersebut dikembalikan kepada Abu Hurairah. Lalu diberikan lagi kepada orang kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya hingga semua merasa puas. Sungguh menakjubkan! Gelas itu pun diterima kembali oleh Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian tersenyum kepada Abu Hurairah dan berkata, “Yaa Aba Hirr!” “Labbaika, yaa Rasulullah.” Sekarang tinggal aku dan kamu.” “Benar, wahai Rasulllah.” “Duduklah dan minum!”
Maka Abu Hurairah duduk dan minum.  Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam terus memerintahkannya minum sampai Abu Hurairah berkata, “Demi Allah yang mengutusmu dengan kebenaran, sudah tidak ada tempat lagi dalam perutku.” Kemudian  Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Beirkan kepadaku gelas itu.” Bleiau memuji Allah dan bersyukur lalu membaca, “Bismillah,” dan meminum sisa susu itu. (Sumber: H.r. Al-Bukhari, no. 6087)
5. Doa minta hujan yang langsung dikabulkan
Pada suatu hari, ketika  Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang berkhutbah Jumat, berdirilah seseorang minta didoakan agar turun hujan. Waktu itu kekeringan sedang melanda. Maka  Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa. Seketika itu pula, turunlah hujan deras terus-menerus, sampai hari Jumat berikutnya
Akhirnya ada seorang lelaki yang mengadu kepada Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa rumah-rumah telah rusak akibat hujan deras terus-menerus. Maka  Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  berdoa agar hujan dialihkan ke sekeliling kota Madinah, jangan menimpa kota Madinah. Maka awan-awan yang bergerak di atas kota Madinah pun segera bergerak, tidak lagi berada di atas kota Madinah tetapi berada di pinggir kota Madinah. (Sumber: HR. Al-Bukahari, no. 3582)
6. Pemberitahuan hal-hal gaib yang terbukti terjadi
Di antaranya:
  • Berita dari  Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa kelak Kerajaan Persia dan Romawi akan dikalahkan oleh kaum muslimin. Selain itu, harta simpanan Persia dan Romawi akan dimiliki oleh muslimin. (H.r. Al-Bukharu, no. 3618 dan 3619)
  • Berita dari  Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa sepeninggal beliau akan muncul dua nabi palsu.(H.r. Al-Bukuhari, no. 36211). Dua nabi palsu tersebut adalah Musailamah Al-Kadzdzab dan Al-Aswad Al-Ansi.
  • Ketiak terjadi Perang Mu’tah, komandan pasukan perang yang ditunjuk  Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam untuk memimpin pasukan muslimin terbunuh. Yang pertama terbunuh adalah Zai bin Haritsah. Setelah Zaid terbunuh, komnadan pasukan digantikan oleh Ja’far bin Abi Thalib. Kemudian, Ja’far bin Abi Thalib juga terbunuh. Sebelum kematian dua komandan itu sampai ke Madinah,  Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberitakan kematian Zaid bin haritsah dan Ja’far bin Abi Thalib kepada para shahabatnya. Inilah salah satu mukjizat  Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam; Allah beri wahyu kepada beliau tentang berita gaib. (Sumber: H.r. Al-Bukhari,  no. 3630)
7. Terbelahnya bulan menjadi dua
Pada zaman  Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam bulan terbelah menjadi dua. Orang-orang kafir Mekkah ikut menyaksikannya. (Sumber: H.r. Al-Bukhari,  no. 3636, 3637, dan 3638)
Orang kafir Mekkah memnita bukti kenabian Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam maka Allah tunjukkan dengan terbelahnya bulan menjadi dua.
8. Mengobati sakit mata, Allah sembuhkan dalam seketika
Sebelum penaklukan Benteng Khaibar, Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam menunjuk Ali bin Abi Thalib sebagai pemegang bendera pasukan. Waktu itu, Ali menderita sakit mata. Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil Ali dan meludahi mata Ali yang sakit. Sekteika, mata Ali yang sakit itu menjadi sembuh seolah-olah tak pernah sakit mata. (Sumber: Ar-Rahiqul Makhtum, hlm. 376—378)
9. Akan selalu ada yang tampil membela ajarannya
Berita dari Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam: akan selalu ada sekelompok umatnya yang selalu menampakkan kebenaran Islam dan membelanya. (Sumber: H.r. Al-Bukhari, no. 3640—3641)
10. Air sedikit menjadi banyak
Dalam sebuah perjalanan,  Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabatnya keabisan bekal air. Padahal waktu itu air berjarak jauh dari mereka. Lalu mereka bertemu seorang wanita yang membawa sedikit air. Lalu  Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallammengusap kantung air milik wanita tersebut. Kemudian para shahabat yang kehausan itu minum. Jumlah mereka ada 40 orang. Stelah puas minum, mreka mengisi kantung air masing-masing sampai penuh juga. (H.r. Al-Bukhari, no. 3571)
***
Dikutip dari buku Aku Cinta Rosul shallallahu ‘alaihi wa sallam, cetakan pertama (Juni 2006/Februari 2007), Abu Usamah Masykur, Penerbit: Darul Ilmi, Yogyakarta.